MUZDALIFAH (Cerpen)

Siang itu saya tengah berada di sekitaran belakang gereja bethel arjawinangun, saya sedang mencari rumah seseorang, sebut saja namanya yudi servis, orang-orang di sekitar itu tidak satupun yang mengenal yudi servis, sebab hanya ada satu yudi di blok itu, itupun bukan yudi tukang servis tapi yudi tukang jual beli burung, sementara saya hanya mendapat informasi bahwa rumah yudi servis itu di sekitaran belakang gereja bethel, tidak ada nomer hp yang bisa di hubungi. saat saya sedang tanya-tanya pada ibu-ibu yang sedang mencuci perabotan bekas jualannya di depan rumahnya, melintaslah sosok perempuan dengan wajah ketimuran berjalan cepat dengan rambut yang di cukur sembarang ( mirip cukuran santri saat di tajir ustadnya ). Ia tampak tak terurus, namun dari wajahnya saya masih bisa menangkap kecantikan khas timur tengahnya, hidungnya mancung, matanya delik, saat melintas itu ia sempat berhenti dan menatapku tajam penuh amarah dan berlalu, ibu-ibu itu kemudian berkata padaku
Ya, perempuan itu bernama muzdalifah, perempuan yang dulunya di kenal cantik ini konon keturunan arab, ia mengalami goncangan jiwa pasca melahirkan anak pertamanya, rumah tangganya tak pernah harmonis, suaminya kasar, pemabuk dan penjudi, kerap kali muzdalifah di pukulinya, muzdalifah memilih mempertahankan rumah tangganya, ia masih bisa bertahan dengan tabiat suaminya yang pemabuk dan penjudi, ia masih mampu menahan pukulan suaminya bertubi-tubi, ia tetap jualan mainan anak-anak di pelataran sekolah dasar kebon turi untuk menghidupi dirinya karena suaminya tak lagi menafkahinya.
Menjelang kelahiran anak pertamanya suaminya memberitahunya bahwa ia akan di madu, suaminya akan menikah lagi, jika muzdalifah keberatan akan segera di ceraikannya, mendengar itu muzdalifah hanya diam, tatapannya kosong, hingga berminggu-mingg
Poligami yang di lakukan suaminya ini murni nafsu, muzdalifah di anggap sudah tidak memuaskan lagi, kalaupun suaminya berpoligami atas dasar perintah agama, melatih istri agar lebih cinta Allah daripada suami, menghindari perilaku zina, mengangkat martabat janda-janda muda, dll. Apakah dalih-dalih agama itu bisa menjamin muzdalifah tidak menjadi gila? Bukankah mencintai satu istri dengan berusaha membahagiakanny
Ada banyak cara mengangkat martabat perempuan lain tanpa harus korbankan istri, jodohkan ia dengan pria baik yang tak beristri, atau carikan ia pekerjaan baik untuk ketahanan ekonominya, jika kau fikir solusinya hanya satu yaitu menikah denganmu, kemudian atas nama tuhan kau anggap itu sunah nabi, saya kira ada yang tidak beres dengan selangkanganmu.
Muzdalifah ini hanya satu dari banyak contoh bagaimana reaksi sosok istri yang begitu mencintai suaminya namun di balas dengan poligami, muzdalifah-muzd
Duhai, kenapa agama nan indah ini sekarang surganya pindah ke selangkangan?
Penulis : Agus Salim
0 comments :
Post a Comment